Sejarah Gedung Merdeka Tempat Konferensi Asia Afrika

Gedung Merdeka yang berada dijalan Asia Afrika No.65, Braga, Kec. Sumur Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat adalah gedung bersejarah yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Gedung ini adalah tempat diselenggarakannya sebuah acara berkelas dunia yaitu Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955 yang menyuarakan perdamaian dan kemerdekaan. 

Gedung Merdeka di Bandung, Jawa Barat
Gedung Merdeka di Bandung, Jawa Barat

Gudang tua itu seolah telah menjadi saksi atas perjalanan sejarah dari  masa kemasa.  Gedung bergaya indah art deco dari arsitek Belanda yang menjadi trend pada masa tetapi juga tetap indah sampai masa kini. Gedung yang sekelilingnya adalah hotel terkenal ini telah menjadi objek wisata sejarah yang menarik.

Gedung Merdeka adalah bagian dari Musium Asia Afrika yang mencatat peristiwa, problem masa lalu, dan dampaknya bagi perjalanan sejarah dunia yang diabadikan dalam sebuah museum di tempat konferensi itu berlangsung, yaitu di Gedung Merdeka di Kota Bandung.

Pembangunan Gedung Merdeka

Gedung Merdeka di Jalan Asia Afrika Bandung, Jawa Barat
Gedung Merdeka dibangun pertama kali pada tahun 1895 sebagai tempat berkumpulnya orang-orang Eropa, terutama Belanda, yang tinggal di Bandung dan sekitarnya. Perkumpulan itu diberi nama Societeit Concordia tahun 1979. Para anggota yang masuk dalam perkumpulan itu adalah para pengusaha kebun teh dan pejabat opsir Belanda.

Tujuannya  pembangunan gedung merdeka untuk tempat pertemuan, sebelumnya mereka biasa berkumpul, duduk-duduk sambil minum teh, di Warung De Vries.  Selanjutnya pada tahun 1895 perkumpulan itu  pindah ke gedung yang berada di seberang Gedung Merdeka sekarang yang disebut sebagai Warung De Vries, yang diberi nama Concordia, dengan luas tanah 7.983 meter persegi.

Awalnya bangunan bersejarah ini hanya bangunan sederhana saja. Bahkan sebagian dindingnya terbuat dari papan yang penerangannya menggunakan lampu lentera dengan bahan bakar minyak tanah. Bangunan ini posisinya persis berada di pojok jalan Asia Afrika sekarang. Dulunya jalan itu diberi nama Groote Postweg sedangkan jalan satunya bernama  "Bragaweg"  yang sekarang berubah nama menjadi Jalan Braga.

TAHUN 1921

Bangunan Societeit Concordia kemudian direnovasi dan dikembangkan dengan gaya yang sudah seperti sekarang pada tahun 1921 dengan gaya klasik yang pada masa lalu sedang trandy yaitu gaya Art Deco  strukturnya sangat menonjol dalam penampilan gedung. Perancang arsitekturnya seorang insinyur Belanda bernama C.P. Wolff Schoemaker.

Setelah pembangunan gedung ini menjadi lebih mewah, sehingga menjadi tempat berkumpul yang istimewa dan bergengsi pada masa lalu.  Para elit pengusaha dan pejabat Belanda menyebut perkumpulan itu sebagai pertemuan "super club"  yang memiliki fasilitas sangat mewah, eksklusif, dan modern di Nusantara. Lantainya terbuat dari marmer buatan Italia.

Ruangan-ruangan tempat minum dan bersantai terbuat dari kayu cikenhout. Penerangannya menggunakan lampu-lampu hias kristal. Ruangan-ruangan dalam gedung cukup memadai untuk menampung kegiatan-kegiatan pertunjukan kesenian. Luas seluruh tanahnya 7.500 m².

TAHUN 1940

Kemudian pada tahun 1940 gedung Societeit Concordia direnovasi kembali dengan gaya sentuhan seni bangunan baru yaitu arsitektur International Style yang didesain oleh arsitek A.F. Aalbers. Bangunan gaya arsitektur ini bercirikan dinding tembok plesteran dengan atap mendatar, tampak depan bangunan terdiri dari garis dan elemen horizontal, sedangkan bagian gedung bercorak kubistis. Pada masa pendudukan tentara Jepang (1942 – 1945), Gedung Societeit Concordia berganti nama menjadi Dai Toa Kaikan dan difungsikan sebagai pusat kebudayaan.

Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, gedung tersebut dijadikan markas para pemuda Indonesia di Bandung guna menghadapi tentara Jepang yang tidak bersedia menyerahkan kekuasaannya. Sekitar tahun 1949, sejak pemerintahan pendudukan, Gedung Societeit Concordia diperbaiki dan difungsikan kembali sebagai Societeit Concordia, tempat pertemuan orang-orang Eropa (termasuk juga beberapa orang Indonesia). Di gedung ini kembali seperti biasa diselenggarakan lagi pertunjukan kesenian, pesta, restoran, dan pertemuan umum lainnya.

TAHUN 1945

Pada era kemerdekaan tahun 1945 gedung indah ini dijadikan pusat kegiatan para pemuda Indonesia dan juga kegiatan dari  Pemerintah Kota Bandung. Ketika pemerintahan pendudukan (1946 – 1950), fungsi gedung dikembalikan menjadi tempat rekreasi yang banyak dikunjungi orang karena keunikan dan keindahannya.

TAHUN 1955

Sehubungan dengan keputusan pemerintah Indonesia (1954) yang menetapkan Bandung sebagai tempat Konferensi Asia Afrika, maka Gedung Societeit Concordia terpilih sebagai tempat berlangsungnya konferensi. Hal ini disebabkan gedung tersebut adalah gedung tempat pertemuan umum yang paling besar dan paling megah di Bandung. Selain itu lokasinya berada di tengah-tengah kota dan berdekatan dengan hotel terbaik, yaitu Hotel Savoy Homann dan Preanger.

Kemudiaan pada tahun 1955, Gedung Societeit Concordia mulai dipugar untuk disesuaikan kegunaannya sebagai tempat penyelenggaraan konferensi bertaraf internasional. Pemugaran gedung ditangani oleh Jawatan Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Barat yang dipimpin oleh Ir. R. Srigati Santoso. Menjelang konferensi (7 April 1955), gedung ini diganti namanya oleh Presiden Soekarno menjadi Gedung Merdeka. Untuk informasi lebih lajut, silakan kunjungi website resmi Museum Konferensi Asia Afrika.

PASCA 1955

Gedung Merdeka terus menorehkan sejarah dan semangat dari KAA, karena sejak 1955 sampai sekarang ini gedung ini banyak digunakan untuk berbagai even nasional dan global. Pertemuan-pertemuan itu diantaranya sebagai berikut ini;
    1956, Konferensi Mahasiswa Asia-Afrika
    1961, Sidang Dewan Setiakawan Rakyat Asia-Afrika
    1965, Konferensi Islam Asia-Afrika
    1970, Kongres Pertama Organisasi Islam Afrika-Asia (The Afro-Asian Islamic Organization)
    1980, Peringatan ke-25 Konferensi Asia-Afrika, sekaligus pembukaan Sidang Komite Ahli Hukum Asia-Afrika ke-21(Asian-African Legal Consulative Commite/AALCC) dan peresmian Museum Konferensi Asia-Afrika.
    1983, Peresmian Pusat Studi dan Pengkajian Masalah Asia-Afrika dan Negara-Negara Berkembang
    1984, Kunjungan peserta Konferensi Menteri Penerangan Negara-Negara Nonblok (The Conference of the Minister of information of non-Aligned Countries/COMINAC)
    1985, Peringatan yang ke-30 Konferensi Asia-Afrika, sekaligus membacakan “Pesan Bandung” (“Bandung Message”)
    1990, Peringatan ke-35 Konferensi Asia-Afrika
    1991, Kunjungan peserta Konferensi Menteri Pariwisata Asia(Pasifik Asian Tourism Association/PATA)
    1991, Kunjungan Peserta Organisasai Konferensi Islam (The Organization Islamic Conference)
    1992, Kunjungan Peserta KTT ke-10 gerakan Nonblok sekaligus napak tilas Konferensi asia-Afrika 1955
    1995, Kunjungan peserta Sidang Konferensi IX Organisasi Islam (The Organization Islam Conference)
    1995, Peringatan ke-40 Konferensi Asia-Afrika
    2000, Peringatan ke-45 Konferensi Asia-Afrika oleh “Bandung Spirit”
    2005, Peringatan ke-50 Konferensi Asia-Afrika, sekaligus penandatanganan Deklarasi “Nawasila”hasil Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika
    2008, Seminar Regional Pasific

Sumber dan referensi :
- wikipedia
- www.kemlu.go.id
- mkaa.or.id
- asianafricanmuseum.org