Sejarah Singkat Perkembangan Perkeretaapian di Indonesia

Setelah era perjuangan Pangeran Diponegoro dan pengikutnya selesai dan kondisi geo politik Pulau Jawa pada masa itu sudah dianggap kondusif seorang tentara Belanda, Kolonel J.H.R. van Der Wijk untuk pertama kalinya mengusulkan agar dibangun jalur kereta api di Pulau Jawa. Jalur-jalur yang paling prioritas yaitu; Surabaya-Surakarta-Yogyakarta-Bandung-Batavia. Agar jalur kereta api tersebut aman maka jalurnya melewati juga Purworejo dan Gombong, tempat pangkalan Tentara Kerajaan di Hindia Belanda.


Peresmian awal pembangunan rel kereta api pada tanggal 17 Juni 1864 yang dilakukan langsung  Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J. Baron Sloet van den Beele secara resmi dengan melakukan pencangkulan tanah pertama kalinya  di Desa Kemijen Semarang.  Pembangunannya dilaksanakan oleh Naamlooze Venootschap Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) dengan standar rel mengikuti standar rel Eropa dengan lebar 1435 mm.


Moda Transportasi Kereta di Indonesia


Pada tahun 1872 pembangunan jalur kereta api sudah sampai ke Yogyakarta. Pembangunan ini dilanjutkan dengan pembangunan Stasiun Kereta Api Lempuyang di Yogyakarta sebagai stasiun yang pertama kali dibangun dan beberapa tahun kemudian dibangun Stasiun Tugu Yogyakarta oleh perusahaan kereta api Hindia Belanda, Staats spoorwegen.

Stasiun Tugu Yogyakarta mulai di operasikan sejak tanggal 2 Mei 1887 ini merupakan stasiun kereta api kedua di kota Yogyakarta setelah Stasiun Lempuyangan yang telah dioperasikan 15 tahun lebih awal. 



Jalur rel kereta Jawa Tengah dan Yogyakarta adalah jalur perintis  jaringan kereta api (KA) di Pulau Jawa yang dibangun menjelang akhir abad ke-19 melalui perusahaan swasta Hindia Belanda Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij yang merupakan perusahaan kereta api pada masa itu.


Jalur kereta api di kota Yogyakarta pada awalnya dibangun untuk kebutuhan pengangkutan hasil bumi dari daerah Jawa Tengah dan sekitarnya yang menghubungkan kota-kota Yogyakarta — Solo — Semarang. Berbagai hasil bumi seperti tebu, kopi, teh dan lainnya. 


Pada masa itu Hindia Belanda membutuhkan mode transportasi yang menjadi penghubung sumber bahan komoditas ekpor ke pelabuhan laut. Wilayah Kesultanan Yogyakarta dan juga Kesunanan Surakarta sebagai daerah kerajaan  (Vorstenlanden) terkenal sebagai penghasil hasil bumi yang melimpah. Sebelumnya hasil bumi diangkut dengan menggunakan gerobak yang ditarik sapi atau kerbau, dan juga ada yang ditarik dengan kuda.


Tidak hanya di pulau Jawa pembangunan jalur kereta api juga dilaksanakan di pulau Sumatra, seperti di Aceh pada tahun 1876. Dilanjutkan di Sumatera Utara pada tahun 1889, kemudian di Sumatera Barat pada tahun 1891. Setelah itu jaringan kereta api juga dibangun di Sumatera Selatan yang dimulai tahun 1914.


Pada tahap selanjutnya jaringan perkeretaapian juga dibangun di pulau Sulawesi pada tahun 1922. Seterusnya merambah ke pulau Kalimantan dan Bali.


Secara keseluruhan panjang jalur kereta api di tahun 1928 mencapai 7.464 km.  Jaringan rel milik Pemerintah Hindia Belanda sepanjang 4.089 km dibawah pengelolaan Staatssporwegen dan jalur rel milik swasta totalnya sepanjang 3.375 km dari kepemilikan 12 perusahaan swasta Hindia Belanda.


Pada tahun 1905 Stasiun Yogyakarta mulai membuka kereta penumpang yang memiliki enam jalur kereta untuk kelas bisnis dan eksekutif dengan tujuan beberapa kota besar di Pulau Jawa. Sayangnya pada masa itu jalur ke kota Semarang via Magelang malah tidak beroperasi lagi.


Pada masa Jepang masuk dan menguasai Nusantara seluruh jaringan kereta api dikuasai Jepang sejak Maret 1942 yang dikelola oleh Rikuyu Sokyuku (Dinas Kereta Api).  Penggunaan kereta api ini sepenuhnya untuk kepentingan Nippon pada perang Asia Timur Raya.


Setelah itu pada akhirnya dikuasai Republik Indonesia pada 28 September 1945 melalui perjuangan Angkatan Muda Kereta Api dengan pengambil alihan Kantor Pusat Kereta Api Bandung.  Hari pada aksi tersebut kini diperingati sebagai Hari Kereta Api Indonesia.


Setelah penguasaan ditangan Republik Indonesia pengelolaan kereta api ditangani oleh jawatan perkeretaapian yang pertama RI yaitu Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI).  


Sejarah terus berlanjut saat NICA dan Belanda masuk lagi ke Indonesia. Belanda  membentuk kembali perkeretaapian di Indonesia bernama Staatssporwegen/Verenigde Spoorwegbedrif (SS/VS).


Setelah masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia mendapatkan perhatian dan simpati dunia. Diselenggarakan perjanjian damai Konfrensi Meja Bundar (KMB) pada bulan Desember 1949. Hasil dari perundingan ini Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, tetapi masih dalam bentuk Republik Indonesia Serikat.


Setelah kedaulatan Republika Indonesia sepenuhnya tercapai, Pemerintah Indonesia melakukan pengambilalihan aset kereta api dan menggabungkan aset yang dikelola oleh  DKARI dan SS/VS menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) pada tahun 1950.


Beberapa bulan kemudian tanggal 25 Mei 1950 DKA berganti nomenklatur menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) dan perkenalan lambang Wahana Daya Pertiwi untuk pertama kalinya yang melambangkan transformasi Perkeretaapian Indonesia.


Selanjutnya pemerintah merubah lagi  PNKA menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) ditahun 1971 dalam upaya peningkatan pelayanan jasa angkutan moda kereta api.  


Setelah itu pada tahun 1991 PJKA bertransformasi lagi menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) dan akhirnya perusahaan BUMN berupa Perseroan Terbatas dengan nama  PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sejak tahun 1998.

Sumber referensi :

1.  History of Indonesian State Railways (1997)

2.  https://www.kai.id/corporate/about_kai.

3.  http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/cagarbudaya/detail/PO2015121500017/stasiun-kereta-api-tugu-yogyakarta