Berburu Sea Food di Pasar Ikan Tradisional Gudang Lelang di Bandar Lampung

Bongkar muat hasil ikan nelayan
Bagi yang suka sesuatu yang berbeda untuk membuat kuliner dari sea food dengan mencari bahan sendiri dipasar ikan tradisional yang langsung dipasok dari nelayan bisa coba ke pasar tradisional Gudang Lelang di Teluk Betung,  Bandar Lampung.

Jangan buru-buru cari ikan saja, mari kita ulas sedikit mengenai sejarahnya. Dulunya kawasan Teluk Betung yang  disebut sebagai Onder Afdeling Telok Betong pada masa kolonial Belanda dan menjadi pusat keresidenen Lampung pada masa itu. Keresidenan di Teluk Betung terbagi dua masa yaitu masa Keresidenan Sipil dan masa Keresidenan Militer sesuai dengan Staatsbalat 1912. Nomor: 462 yang menetapkan Telokbetong sebagai pusat Keresidenan Lampung dengan kepemimpinan militer.

Pasar Teluk Betung saat ini penuh dengan ruko dan pertokoan
Pemerintah Hindia Belanda memilih Teluk Lampung yang berpusat di Onder Afdeling Telok Betong karena lokasi ini dianggap strategis dan berada dipinggir pantai yang menjorok ke darat. Posisi ini juga dianggap masih aman dari pengaruh saingan Belanda yaitu Armada Inggris yang awal expedisi ke Teluk Semangka (di Kabupaten Tanggamus sekarang)  dipimpin oleh Letjen Thomas Stamford Raffles. Sampai tahun 1811 Reffles yang ditugasi penguasa Britania Raya, George III untuk mengambil alih daerah koloni Belanda.  Setelah terjadi Konvensi London pada 1814 armada Inggris meninggal Teluk Semangka tetapi masih sering datang untuk melakukan perdagangan rempah-rempah dengan penguasa daerah setempat.



Pasar Teluk Betung disore hari
Saat masa Keresidenan Sipil seorang arkeolog Belanda dunia terkenal J.A. Dubois, pernah menjadi Asisten Residen Belanda untuk Keresidenan Lampung dan berkantor di sekitar Gudang Lelang Teluk Betung. J.A. Dubois adalah seorang penemu manusia purba Jawa pertama di Sangiran, Jawa Tengah.

Keresidenan Lampung ini pernah menjadi pusat administrasi dari Pulau Andalas (Sumatra). Jika melihat kondisi Teluk Betung sekarang disekitar Kelurahan Panjang, Pasar Kangkung, Pasar Ambon, Kota Karang dan Gudang Lelang yang menjadi pusat pelabuhannya sudah tidak ada tanda-tanda lagi sebagai pusat perkantoran kolonial yang biasanya dipenuhi oleh gedung-gedung megah gaya art deco. Mungkin hal ini karena pada 26 Agustus 1883 terjadi letusan dahsyat Gunung Krakatau yang menghancurkan Teluk Betung dan bagian selatan Lampung lainnya.

Pasar Ambon Teluk Betung
Sebuah catatan Ra Van Sandik, seorang pelaut Belanda yang pada saat tsunami besar pasca letusan Gunung Krakatau berada di Kapal London dengan nahkoda kapten kapal T.H. Lindeman yang berhasil selamat, karena berada di Pelabuhan Telokbetong tetapi batal untuk membuang sauh karena gelombang cukup tinggi,  menuliskan bahwa di Pelabuhan Telokbetong itu banyak gudang-gundang dan gedung-gedung pelabuhan yang hancur akibat terpaan gelombong tsunami.

Kalaulah bisa kita bayangkan seandainya gedung-gedung itu masih ada di Pelabuhan Telokbetung yang famornya pernah menjadi pusat rempah-rempah dari Sumatra dengan kapasitas sampai 70 persen total kapasitas rempah-rempah Hindia Belanda. Mungkin gedung-gedung gaya art deco yang cantik sama seperti gedung dipelabuhan Sunda Kelapa Batavia. Sayangnya dihancurkan oleh gelombang tsunami.

Sebuah kapal Belanda yang bernama De Berouw  sedang bersandar di Pelabuhan Telokbetong  (Gudang Lelang sekarang) bahkan sampai terhempas gelombang tsunami pasca letusan Gunung Krakatau ke Sungai Kali Akar Sumur Putri (sekarang menjadi pusat Perusahaan Air Minum Daerah) yang ada di Kelurahan Sumur Putri Teluk Betung Utara sekarang ini.

Pada tahun 1979 terjadi banjir bandang yang besar sehingga Kapal Berauw Belanda itu bergeser dari Kali Akar Sumur Putri ke Kelurahan Olokgading Kuripan. Sampai tahun 1980 sisa-siaa kapal itu masih ada tetapi karena kurang perhatian, pemeliharaan dan konservasi, sisa-sisa kapal VOC itu rusak dan hilang. Sampai sekarang tempat lokasi kapal itu disebut masyarakat Teluk Betung sebagai Kali Bero dan nama lokasi menjadi Kampung Kapal Bero yang tepatnya berada di Kelurahan Negeri Olakgading.

Menteri Luar Negeri Belanda, Stephanus Abraham pernah datang ke Indonesia pada tahun 2018 untuk menanyakan nasib kapal  De Berau itu untuk menjaga warisan budaya maritim yang disampaikannya kepada Menlu RI, Retno Marsudi. Dalam catatan sejarah Belanda kapal De Berouw itu sejenis kapal uap yang memiliki panjang 18 meter,  sedangkan lebarnya 4 meter dan ketinggian 3 meter.

Bioskop Panorama pernah menjadi tempat nonton favorit Nipon Jepang
Selain itu di kawasan Teluk Lampung yang pernah menjadi pelabuhan besar Belanda ada sebuah lampu kapal  yang digunakan sebagai marcusuar petunjuk kapal-kapal yang akan berlabuh. Pada saat letusan itu terlempar sampai ke lokasi Kampung Oppas yang sekarang menjadi Kelurahan Kampung Upas, Teluk Betung. Sebelum tahun 2005 lampu kapal asli masih diletakkan di Taman Dipangga Ambon depan Polda Lampung, tetapi sekarang sudah dipindahkan ke Musium Lampung.

Dinamakan Kampung Oppas karena pada masa tahun 1860 sampai 1883 sebelum wilayah Kampung Upas itu pernah menjadi asrama serdadu oppas Belanda, terutama pada masa Keresidenan Lampung sudah berada di bawah militer Hindia Belanda. Termasuk juga lokasi Ambon (Kampung Ambon) yang ditandai dengan banyaknya pohon ambon besar sampai sekarang masih ada. Kampung Ambon dulu adalah asrama serdadu yang berasal dari Ambon, Maluku.

Tugu Siger Lampung di Teluk Betung
Tugu Siger Lampung di depan Bank Indonesia, Teluk Betung
Sampai tahun 1976 masih banyak ditemukan pekuburan Belanda dan Tionghoa di area yang sekarang ini masuk Kelurahan Kampung Upas, tetapi kemudian dibongkar untuk dibangun Kantor Gubernur Lampung, Kantor Pengadilan dan Kantor Kejaksaan Tinggi Lampung, seperti yang ada sekarang ini.

Pada masa Jepang Keresidenan di Teluk Betung dirubah menjadi Syukocan, yaitu perwilayahan yang dikelola oleh militer Jepang. Pada saat itu Kepala Syukocan Lampung dipegang oleh Kolonel Kurita, sedangkan kepala tata tertib sipil dipimpin oleh Subakihara (Seorang anggota kepolisian Jepang).

Perdagangan di Teluk Betung sudah mulai ramai sejak tahun 1860 dimana para saudagar rempah-rempah dari berbagai daerah datang ke sini untuk mendapatkan bahan baku rempah-rempah yang cukup melimpah. Rempah-rempah yang paling banyak di Lampung adalah lada dan cengkeh. Kedua komiditas ini bahkan dikirim sampai ke Eropa, China dan India.

Mededeelingen seorang seorang penulis Belanda pernah menuliskan bahwa Lampung merupakan penghasil rempah-rempah paling potensial di Hindia Belanda pada periode 1857 sampai dengan 1930, bahkan volumenya pernah mencapai 70 persen lada di Hindia Belanda (Mededeelingen, 1914: 114). Komoditas lada ini di perdagangkan melalui Keresidenan di Onder Afdeling Telok Betong (Teluk Betung) yang pelabuhannya berada pada Gudang Lelang dan Panjang.

Perahu nelayan ditambat di Gudang Lelang, Teluk Betung
Selain lada pada masa lalu dari Lampung ini juga menghasilkan kopi, kayu, kopra dan rotan seperti yang disampaikan pada catatan J.W.J. Wellan seorang Belanda yang pernah ke Karesidenan Lampung.

Pusat pelabuhan penting di Teluk Betung pada waktu itu adalah Gudang Lelang yang sekarang ini menjadi tempat pelelangan ikan sejak tahun 1975.  Administrasi kewilayahan Gudang Lelang masuk di Kelurahan Kangkung, Kecamatan Teluk Betung Selatan, Kota Bandar Lampung.

Untuk jual beli rempah-rempah tidak ada lagi tetapi menjadi pusat penjualan ikan bagi para nelayan yang pada umumnya tinggal disana.

Pada tahun 1990 sebagian aktivitas TPI (Tempat Pelelangan Ikan) sempat dipindah ke tempat lain, yaitu di TPI Lempasing, tetapi ternyata aktifitas perdangan ikan disini tidak pernah surut, sehingga tempat pelelangan ikan disini diaktifkan kembali secara mandiri oleh warga nelayan setempat dengan dimanajemen oleh Koperasi Nelayan.

Gudang Lelang yang juga sering disebut oleh warga Bandar Lampung dengan sebutan Gudel ini tepat berada di bibir pantai. Bahkan sebagian lokasi tempat pelelangan ikan dan pasarnya sudah diatas air. Oleh warga nelayan setempat dibuat panggung dengan papan dan ada juga yang sudah dicor beton.

Bongkar muat ikan dari perahu nelayan
Jika kita melihat ke arah laut akan nampak pemandangan Teluk Lampung dengan beberapa bukit dan gunung yang dekat dengan pantai. Pada bagian timur terlihat aktifitas kapal-kapal besar yang berada di Pelabuhan Panjang. Dari sini kita juga melihat gunung botak diberi nama oleh warga sebagai Gunung Kunyit.

Sebagian besar warganya adalah nelayan dan pedagang. Ada juga aktifitas pembuatan ikan asin yang dilakukan oleh para nelayan itu juga. Selain tempat perdagangan ikan yang ramai disini juga ada pasar tradisional yang ramai pada sore hari.

Bagi anda  yang suka sea food datang ke Gudang Lelang bisa dikatakan wajib, karena akan banyak pilihan bahan baku ikan yang masih sangat segar, seperti;  udang,  kepiting, cumi-cumi, ikan teri, ikan tongkol, ikan pek, ikan tenggiri dan sebagainya dengan harga yang relatif lebih murah. Bahkan kerang-kerangan dan ikan gurita juga sering ada.

Cocok bagi para ibu-ibu yang suka buat pempek, somay atau tekwan. Disini ikan yang sudah digiling juga banyak dijual. Kalau kita ragu membeli yang sudah dibungkus, kita bisa beli ikan segarnya saja kemudian bisa minta tolong digilingkan.

Ikan dan Cumi di Pasar Gudel yang masih segar-segar
Oh ya ada yang unik disini! Harus diingat untuk berburu ikan disini jangan pada waktu bulan purnama, karena nelayan banyak tidak melaut. Seandainya pun melaut hasilnya akan sangat sedikit. Harga ikan disini pada waktu bulan purnama bisa lebih mahal bahkan bisa dua kali lipatnya.

Aktifitas pasar ikan disini mulai ramai pada jam 15.00 WIB sampai jam 18.00 WIB karena pada jam-jam itulah ikan yang didapat nelayan baru mulai dijual dari tempat pelelangan ikan. Nelayan yang melaut pada malam hari sampai kembali ke Gudang Lelang sekitar jam 10 - 12 siang. Setelah melalui  proses lelang siang harinya, selanjutnya pada jam 15.00 ke atas para pedagang sudah bisa melego ikannya.

Pada malam hari area masuk ke Gudang Lelang ini juga ramai oleh para penjaja kuliner ikan. Anda yang suka makan ikan laut bakar akan mudah mencari pilihan disini.

Photograger : Azzahra R.

#TheIndonesiaAdventure
The Indonesia Adventure Team Writter 

Sumber Pustaka:
- Encyclopedie Van Nederland Indie, Penerbit D.C.STIBBE.
- Ensiklopedi Indonesia, PT. Ichtiar Baru-van Hoeve, 1991.
- Mededeelingen, Ethnographic Art Books Leiden, 2002.