Sejarah Erupsi Gunung Tambora Tahun 1815 yang Merubah Iklim Bumi

Gunung Tambora berada di dua kabupaten yaitu Kabupaten Dompu dan Kabupaten Bima, Pulau Sumbawa Nusa Tenggara Barat Indonesia adalah  gunung berapi yang masih aktif berbentuk kerucut.  Bagian sisi barat lereng Tambora berada Kabupaten Dompu dan bagian lereng sisi Utara dan timur berada di Bima.


Gunung Tambora di Pulau Sumbawa Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu
Gunung Tambora di Pulau Sumbawa ( Photo courtesy by JialiangGao )

Pada tanggal 5 April 1815 Gunung Tamburu telah mengalami erupsi besar permulaan dan pada 10 dan 11 April 1815 secara terus menerus Gunung Tambora mengeluarkan segala isinya dalam skala letusan yang menghasilkan gemuruh suara sampai ke Pulau Sumatra. Letusan Gunung Tambora sampai kini masi tercatat sebagai letusan terdahsyat yang tercatat dalam sejarah dunia.

Kedahsyatan letusan Tambora ini tercatat sebagai kejadian fenomena vulkanik yang mencapai skala VEI-7 atau skala 7 VEI.. Skala VEI adalah Volcanic Explosivity Index sebagai skala ukuran tingkat letusan sebuah gunung berapi.

 

Caldera Gunung Tambora di Pulau Sumbawa, NTB, Indonesia
Caldera Gunung Tambora di Pulau Sumbawa. (Photo : NASA Earth Observatory)


Volume erupsi Tambora menyemburkan abu vulkanis sebanyak 150 km kubik ke atsmospere dengan 69 Mega ton aerosol. Bahan material yang tersemburkan ini menciptakan lubang raksasa sedalam 1,1 km dan lebar kaldera 7 km.

Akibat erupsi ini terjadi perubahan ukuran ketinggian puncak Gunung Tambora dari yang sebelum letusan setinggi 4.300 MDPL dan setelah erupsi berubah menjadi setinggi  2.850 MDPL saja dengan diameter lingkaran gunung setelah erupsi sepanjang 60 km.

Seperti yang dikutip dari halaman lipi.go.id, Igan S Sutawijaya seorang peneliti pada Pusat Vulkanologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan erupsi Gunung Tambora sangat dahsyat, menyemburkan asap sampai setinggi 33 sampai -43 kilometer dengan volume materi mencapai 150 km kubik abu dan 25km kubik awan panas.

Suara letusan Gunung Tambora dapat didengar hingga 2.600 km jauhnya, sedangkan lemparan abunya sampai jarak 1.300 km yang mengakibatkan terjadinya  endapan aliran piroklastik atau awan panas sampai setebal 7-20 m di area Gunung Tambora dan menyebar sampai ratusan km2 yang total  volume endapan abu tersebut sebanyak 5,7 km kubik.

Erupsi Tambora besar-besaran ini telah menimbulkan korban jiwa sedikitnya 92 ribu jiwa yang sebagian besar berada di Pulau Sumbawa dan sekitarnya. Bahkan di Sumbawa tiga kerajaan yaitu Kerajaan Sanggar, Tambora dan Kerajaan Pekat terhempas dan terkubur dalam dahsyatnya hamburan abu dan batuan vulkanik.

Fenomena vulkanis Gunung Tambora juga dicatat oleh orang-orang Eropa saat berada di Hindia Belanda, seperti oleh John Crawfurd yang sempat melihat gejala erupsi Tambora pada 1814 setahun sebelum erupsi. Ia saat sedang mendampingi Raffles melakukan ekspedisi ke Makasar melalui pantai-pantai di Pulau Sumbawa.

John Crowfurd menulis, “Terlihat kepulan asap muncul dan menyebar menggelapkan satu bagian cakrawala."

Thomas Stamfford Raffles juga kut memperhatikan fenomena serupa menulis dalam bukunya yang terkenal The History of Java.  Raffles mengungkapkan bahwa suara letusan Gunung Tambora sempat disangka suara meriam yang sedang menyerang pasukan di Yogyakarta.

Selain itu Raffles juga menulis pada buku tersebut, "pada tanggal 6 April, kondisi cahaya matahari tertutup dan terjadi sedikit  ‘hujan abu’  yang mulai mengguyur Sulawesi dan Gresik di Jawa Timur".

Sebuah  laporan dari Letnan Owen Philips selaku utusan Raffles yang memantau kondisi letusan Tambora melaporkan bahwa Raja Sanggar masih hidup dan menjadi saksi erupsi Gunung Tambora tersebut.

Menurut laporan Philips, Raja Sanggar menceritakan peristiwa tersebut seperti yang tertulis dalam laporan Philips: "Saat sekitar jam 7 malam di tanggal 10 April terlihat tiga bola api besar muncul dari Gunung Tomboro. Setelah itu tiga bola api itu menyatu di udara dalam satu letusan dahsyat.” demikian keterangan Raja Sanggar.

Tidak hanya pada catatan asing, letusan Gunung Tambora juga masuk dalam naskah kuno dari sastra (Tangkepan) di Kerajaan Bima. Kerajaan Bima adalah kerajaan yang telah berdiri sejak Abad 17 Masehi dan menguasai Pulau Sumbawa dan Pulau Flores Bagian Barat.

Naskah Kerajaan Bima itu bernama Bo Sangaji Kai mencatat ;"Maka gelap terjadi lagi lebih gelap dari malam itu, maka terdengar seperti suara meriam orang berperang, setelah itu turunlah bebatuan berjatuhan dan abu seakan dituang yang lamanya tiga hari dua malam."

Saat ini pengelolaan konservasi kawasan Gunung Tambora menjadi dua lokasi konservasi, yaitu Tambora Hunting Park seluas 30 ribu hektar dan Tambora Wildlife Reserve dengan luas 80 ribu hektar.

Sumber Referensi:
1. ipi.go.id/berita/letusan-gunung-tambora-kubur-tiga-kerajaan/860
2. www.menlhk.go.id/site/single_post/4636/majestic-tambora-film-dokumenter-penelusuran-letusan-gunung-tambora-pada-masa-lampau
2. Wikipedia.org
3. Berbagai sumber.


Tag. : Sejarah Gunung Tambora, Gunung Tambora Sumbawa, Pulau Sumbawa, Sumbawa, Erupsi Gunung Sumbawa, Wisata Bima, Wisata Dompu, NTB, Nusa Tenggara Barat, Paket Wisata Sumbawa